BAB X
AGAMA DAN MASYARAKAT
A. FUNGSI AGAMA
Pengertian Agama dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu sistem sosial
yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama
menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut
dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.
Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh
secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000,
kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam,
5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu,
dan 3,4% kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap
penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya”
dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau
kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam
agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran
kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak
terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan
penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak
langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong
utama keanekaragaman agama dan kultur di
dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah
berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur
di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan
Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh
penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu
Cu (Confusius)”.
Islam : Indonesia merupakan negara
dengan penduduk Muslim terbanyak di
dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam.
Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia
melalui perdagangan.
Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba
di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan
agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah
kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam
masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
Kristen Katolik : Agama Katolik untuk
pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera
Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera
Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis,
yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Kristen Protestan : Kristen Protestan
berkembang di Indonesia selama masa kolonialBelanda (VOC), pada sekitar abad
ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil
meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia.Agama ini berkembang
dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para
misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah
barat Papua dan lebih sedikit di
kepulauan Sunda.
Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan
dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad
ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain,
Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
Fungsi Agama
Agama dalam kehidupan masyarakat sangat penting,
misalnya saja dalam pembentukan individu seseorang.
Fungsi agama di bidang social :
dimana agama bisa membantu para anggota-anggota masyarakat dalam
kewajiban social.
Fungsi agama dalam sosialisasi :
dapat membantu individu untuk menjadi lebih baik diantara lingkungan
masyarakat-masyarakat yang lain supaya dapat berinteraksi dengan baik.
Fungsi agama dalam masyarakat :
Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi
Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara
lain:
- Fungsi
Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama
secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan
melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan
benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama
masing-masing.
- Fungsi
Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia
selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama
meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala
Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran
menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak
bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi
bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama)
harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit
tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana
keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka
dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi
agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami
rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa
dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
- Fungsi
Perdamaian. Melalui tuntunan agama
seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin
dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu
dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
- Fungsi
Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk
penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti,
kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan
ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan
yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
- Fungsi
Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini
dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan
berdiri tegak menjadi pilar “Civil Society” (kehidupan masyarakat)
yang memukau.
- Fungsi
Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah
kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan
fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan
basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
- Fungsi
Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong
fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan
inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
- Fungsi
Sublimatif (bersifat perubahan emosi).
Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat
agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak
bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang
tulus, karena untuk Allah, itu adalah ibadah.
Fungsi agama dalam kehidupan manusia :
Manusia sejak dilahirkan ke
dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa
sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran,
penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu,
manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari
dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia
dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Godaan dan rayuan yang berusaha menarik manusia ke
dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya
ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha
menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan
manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak
al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada
kejahatan.
Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan
manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia
dari kejahatan atau kemungkaran.
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut
sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama
itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial,
fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah:
- Memberi pandangan dunia kepada
satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada
manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu
keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara
ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit
penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya
bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah
SWT.
-Menjawab berbagai persoalan yang
tidak mampu dijawab oleh manusia.
Segala persoalan yang sentiasa ditanya oleh manusia
merupakan persoalan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya
soalan kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya
adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab persoalan-persoalan
ini.
- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu
kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan
kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan
saja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang
sama.
– Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada
kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika
yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan
fungsi kawanan sosial.
Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari
dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan
(integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang
bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi
pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif
bagi masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi
masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik
diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban
sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang
mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam
masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama.
Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan
yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada
saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang
mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan
menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain.
Dimensi Komitmen Agama
Dimensi komitmen agama menurut Roland Robertson:
-
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan/harapan bahwa orang
yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
-
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
-
Dimensi pengetahuan, dikaitkan dengan perkiraan.
-
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, semua agama mempunyai
perkiraan tertentu.
-
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan.
Ada beberapa alasan tentang mengapa
agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
-
Karena agama merupakan sumber moral.
-
Karena agama merupakan petunjuk
kebenaran.
-
Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah
metafisika.
-
Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala
suka, maupun di kala duka.
B. PELEMBAGAAN AGAMA
Pelembagaan agama adalah suatu tempat
atau lembaga dimana tempat tersebut untuk membimbing manusia yang mempunyai
atau menganut suatu agama.
dan melembagai suatu agama.
dan melembagai suatu agama.
Seperti di Indonesia pelembagaan
agamanya seperti MUI, MUI itu sendiri singkatan dari Majelis Ulama
Indonesia,yang menghimpun para ulama indonesia untuk menyatukan gerak langkah
islam di Indonesia, MUI yang melembagai atau membimbing suatu agama khususnya
agama islam.
Dengan kata lain pelembagaan
agama adalah wadah untuk menampung aspirasi-aspirasi di setiap masing-masing
agama. ketika ada selisih paham yang tidak sependapat dengan agama yang
bersangkutan, maka masalah tersebut di bawa ke pelembagaan agama, untuk di
tindak lanjuti.dengan memusyawarahkan masalah tersebut dan di ambil keputusan
bersama dan di sepakati bersama pula.
Tiga tipe kaitan agama dengan
masyarakat:
a. masyarakat dan nilai-nilai sacral
b. masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang
c. masyarakat-masyarakat industri sekuler
a. masyarakat dan nilai-nilai sacral
b. masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang
c. masyarakat-masyarakat industri sekuler
C. AGAMA, KONFLIK, DAN MASYARAKAT
Secara sosiologis, Masyarakat agama
adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam
hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat
dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang
berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini
merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti
mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama
lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralism, bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya religious pluralism dalam masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralism, bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya religious pluralism dalam masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Konflik yang ada dalam Agama dan
Masyarakat
Di beberapa wilayah, integritas masyarakat masih tertata dengan kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama terjalin dengan baik, didasarkan kepada rasa solidaritas, persaudaraan, kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan. Namun hal ini hanya sebagian kecil saja karena pada kenyataannya masih banyak terjadi konflik yang disebabkan berbagai faktor yang kemudian menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori konflik.
Di beberapa wilayah, integritas masyarakat masih tertata dengan kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama terjalin dengan baik, didasarkan kepada rasa solidaritas, persaudaraan, kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan. Namun hal ini hanya sebagian kecil saja karena pada kenyataannya masih banyak terjadi konflik yang disebabkan berbagai faktor yang kemudian menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori konflik.
D. PENDAPAT
Menurut saya mengenai Agama dan Masyarakat
Antara lain :
Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus)
dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka.
Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan
manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari.
Pelembagaan agama adalah apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi struktur agama. Dimensi ini
mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan di dalam kehidupan
sehari-hari.
E. REFERENSI
AHMAD BAIQUNI
10113402
1KA07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar