Studi Kasus Telematika
Kasus “Kejahatan kartu kredit yang
dilakukan lewat transaksi online di Yogyakarta”
Polda DI Yogyakarta
menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang
didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa
sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama
setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70
juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua
outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek
kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu
itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang
mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya.
Modus kejahatan ini
adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan
dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan.
Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik
orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus
ini termasuk ke dalam jenis cybercrime menyerang hak milik (against property).
Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pribadi (against
person).
Tanggapan dan Solusi :
Dari kasus di atas dapat
kita ketahui bahwa keterampilan sesorang tidak hanya di nilai dari standar
pendidikannya saja. Semakin berkembangnya teknologi, ditamah dengan perluasan
jaringan internet memudahkan siapapun dalam mengeksplor pengetahuan. Bahkan
hingga pengetahuan yang tidak baik hingga menghasilkan keterampilan yang
merugikan orang lain. Solusi yang harusnya dijalankan adalah adanya cyberlaw,
penggunaan enkripsi dan adanya dukungan lembaga khusus yang dapat memberikan
informasi mengenai cybercrime.
Namun sampai saat ini
pemerintah Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur
tentang cyber crime belum juga terwujud. Cyber crime memang sulit untuk
dinyatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana karena terbentur oleh asas
legalitas. Untuk melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime,
asas ini cenderung membatasi penegak hukum di Indonesia untuk melakukan
penyelidikan ataupun penyidikan guna mengungkap perbuatan tersebut karena suatu
aturan undang-undang yang mengatur cyber crime belum tersedia. Asas legalitas
ini tidak memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan
pidana. Meskipun penerapan asas legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi
pada prakteknya asas ini tidak diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk
terdapat pengecualian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar